SINOPSIS
NOVEL “MENYEMAI CINTA DI NEGERI SAKURA” KARYA LIZSA ANGGRAENY DAN SERIYAWATI
Cerita
menggambarkan tentang kehidupan Mrs A atau Ummu S, hidup di negeri Sakura
dengan keislamannya. Menikah dengan pria pilihannya dengan harapan hidup
berkecukupan dan bahagia. Namun, ternyata kebahagiaan itu hanya semu. Istri
identik dengan pembantu bagi suami. Perlakuan kasar secara fisik/ melalui
ucapan yang melukai hati. Sering terlontar dari laki-laki yang menjadi Qawwam
baginya. Perintah-perintah otoriter yang mutlak tak dapat dilanggar. Lemahnya
iman dan tak kuatnya dasar pijakan Ruhiyah, menyebabkan dia terombang ambing
dalam kehidupan.
Ia
seorang ibu rumah tangga, yang dianggap remeh ternyata tak sesederhana yang
dibayangkan. Melewati tahun pernikahan ke-8 sudah tak terhitung berapa banyak
pertanyaaan sejenis tapi Ummu S belum bisa menjawab.
Masalah
klasik ketidakcocokan antara mertua dan menantu sering terjadi setelah
pernikahan. Yang awalnya begitu baik hati dan dirasa lebih perhatian daripada
ibu kandungnya sendiri.
Seiring
berjalannya waktu. Suatu hari ketika memandang cermin. Ummu S merasa banyak
kekurangan dalam tubuhnya. Hidung yang tidak mancung *(pesek = Bahasa Jawa),
bulu mata yang tidak lentik, serta berbagai titik minus lainnya yang
menimbulkan kekecewaan dalam diri, menimbulkan organ-organ yang tak menghargai
kondisi apa adanya. Hingga ketika mencuci piring, tanpa disadari ibu jari
tangan kirinya terluka oleh pecahan gelas yang ditumpuk bersama dengan piring
kotor. Sehingga dia harus dirawat ke UGD. Ternyata menurut ahli syaraf, otot
ibu jari tangan kirinya ada yang putus. Maka dari itu telapak tangan kirinya
harus di gips selama 3 pekan. Dan perlu waktu kira-kira 3 bulan untuk
mengembalikan fungsi otot. Ini semua terjadi akibat dirinya yang tidak mensyukuri
anugerah yang ada.
Sekian
lama Ummu S memakai jilbab membuat suaminya risih dan menyuruh untuk melepas
jilbab. Ummu S hanya diam dan dengan ragu dia menuruti perintah suami. Semakin
lama akhirnya dia gerah dengan perbuatan buka tutup jilbab. Merasakan dikejar
oleh dosa, merasa mempermainkan Allah. Karena takut akan laknat Allah maka ia
pun menentang perintah suaminya dan kembali berjilbab sepenuhnya. Tiap malam
memanjatkan dan memohon kekuatan dan kesabaran dan petunjuk-Nya.
Meskipun
hidup jauh dari suasana keislaman, seperti tidak terdengarnya suara adzan dari
masjid-masjid, mushola ataupun langgar, ceramah-ceramah keagamaan di TV atau
majelis taklim, tetapi mereka yang minoritas senantiasa berusaha saling menjaga
keimanan dan membuat beragam kegiatan. Bahkan di negeri orang inilah rasa
persaudaraan sesama perantauan terasa mudah terjalin dan terikat kuat.
Setelah
tinggal di Jepang, tidak sedikit yang makin meningkat keimanannya dan memakai
jilbab. Bahkan bisa mengajak teman-temannya sesama orang Indonesia memakai
jilbab dan juga membuat orang Jepang menjadi tertarik dengan agama islam.
Di
Nagoya, kota tempat tinggal Ummu S ada kegiatan pengajian keluarga yang
dilaksanakan tiap hari ahad pekan kedua. Acara itu diadakan dirumah salah satu keluarga
secara bergantian tiap bulannya. Lalu tiap hari Ahad di akhir bulan ada
pengajian umum yang sebelumnya dimulai dengan acara mengaji untuk anak-anak.
Selain
itu, untuk menambah jam belajar dan bermain bersama anak-anak, ada pula
kegiatan mengaji tiap hari Sabtu di Masjid Nagoya. Juga ada kegiatan mengkaji
Al- Qur’an bagi ibu-ibu. Kelompok mengaji Al- Qur’an ada beberapa kelompok
berdasarkan wilayah tempat tinggal karena tempat tinggal mereka tersebar.
Untuk
mereka para muslimah ada milis Fahima sebagai wadah forum silaturahmi muslimah
di Jepang yang mencakup sampai ke negara-negara lain. Ada muslimah dari
Perancis, Singapura, Qatar, Amerika dan lain-lain.
Meskipun hidup diluar negeri yang
fasilitas keagamaannya masih kurang daripada di Indonesia, bukan berarti kehausan
mereka akan belajar dan menambah pengetahuan tentang agama Islam tidak
tersalurkan. Justru dengan adanya fasilitas teknologi canggih, komunikasi
antara mereka bisa berjalan lancar. Ditambah dengan tersedianya transportasi
yang beraneka ragam dan tepat waktu, membuat mereka mudah untuk melangkah kaki
menuju majelis ilmu. Dan yang lebih penting lagi, bukan berarti mereka akan
dengan mudah berganti agama.
ANALISIS
UNSUR EKSTRINSIK NOVEL
Dalam
karya sastra, nilai-nilai pendidikan yang disampaikan penciptaannya dimuat
didalamnya. Hasil karya sastra, pengarang tidak hanya ingin mengekspresikan
pengalaman jiwanya saja tetapi secara implisit juga mempunyai maksud dorongan,
mempengaruhi pembaca untuk memahami, menghayati dan menyadari masalah serta ide
yang diungkapan termasuk nilai-nilai pendidikan yang terdapat didalam karya
sastra tersebut. Pembaca bisa mengambil nilai-nilai pendidikan yang terdapat
didalamnya.
Pembaca
karya sastra bisa mengambil pelajaran serta hikmah, nilai-nilai dan
contoh-contoh dari karya sastra yang dibacanya dengan penuh kesadaran sehingga
dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan dan pengajaran sastra
jika ditangani dengan bijaksana, akan membawa kita dan anak-anak didik ke dalam
kontak dengan pikiran-pikiran dan kepribadian-kepribadian besar dunia. Para
pendidik dan pemikir besar dari berbagai zaman.
Unsur
kepribadian dapat dilatih melalui pendidikan dan pengajaran sastra, meliputi:
1.
Penginderaan(Sensory).
Dalam pengambangan aspek ini studi sastra dapat digunakan untuk memperluas jangkauan dari semua unsure penginderaan klasik yaitu pengliatan, pedengaran pengecap, pembau, sentuhan, perabaan, pembeban.
Dalam pengambangan aspek ini studi sastra dapat digunakan untuk memperluas jangkauan dari semua unsure penginderaan klasik yaitu pengliatan, pedengaran pengecap, pembau, sentuhan, perabaan, pembeban.
2.
Kecerdasan(intellect).
Bentuk pendidikan yang paling bernilai adalah yang telah mengajarkan para siswa untuk memecahkan masalah bagaimana memperoleh kebenaran-kebenaran yang memungkinkan. Untuk dapat menguji derajat atau peringkat keberhasilannya. Adapun sastra mengandung hal-hal yang menjadi tuntutan dalam dunia pendidikantersebut.
Bentuk pendidikan yang paling bernilai adalah yang telah mengajarkan para siswa untuk memecahkan masalah bagaimana memperoleh kebenaran-kebenaran yang memungkinkan. Untuk dapat menguji derajat atau peringkat keberhasilannya. Adapun sastra mengandung hal-hal yang menjadi tuntutan dalam dunia pendidikantersebut.
3.
Perasaan(feel)
Sastra memberikan kepada kita sesuatu cakupan situasi dan kegawatan yang luas yang seakan-akan menstimulasi beberapa jenis respondensi emosional dan juga bahwa dalam keseluruhannya penulis sastra lazim menyajikan situasi-situasi itu dalam cara-cara yang memungkinkan kita untuk mengeksplorasi, mengkaji dalam perasaan kita dalam suatu cara kemanusiaan yang layak.
Sastra memberikan kepada kita sesuatu cakupan situasi dan kegawatan yang luas yang seakan-akan menstimulasi beberapa jenis respondensi emosional dan juga bahwa dalam keseluruhannya penulis sastra lazim menyajikan situasi-situasi itu dalam cara-cara yang memungkinkan kita untuk mengeksplorasi, mengkaji dalam perasaan kita dalam suatu cara kemanusiaan yang layak.
4.
KesadaranSosial
Sastra berfungsi menghasilkan suatu kesadaran konprehensip terhadap orang lain. Penulis-penulis sastra modern, termasuk penulis sastra Indonesia, telah banyak berbuat untuk merangsang minat dan simpati pada masalah-masalah kegagalan, ketidak beruntungan, ketertindasan, ketidakberhasilan, pengucilan. Rasa hina dan sakit hati, yaitu mereka yang memerlukan protes.
Sastra berfungsi menghasilkan suatu kesadaran konprehensip terhadap orang lain. Penulis-penulis sastra modern, termasuk penulis sastra Indonesia, telah banyak berbuat untuk merangsang minat dan simpati pada masalah-masalah kegagalan, ketidak beruntungan, ketertindasan, ketidakberhasilan, pengucilan. Rasa hina dan sakit hati, yaitu mereka yang memerlukan protes.
5.
KesadaranReligius
Baik suka maupun tidak suka, apakah kita tahu betul atau tidak, segala pikiran dan perbuatan kita secara rutin didasarkan beberapa asumsi positif dan semua kecerdasan manusia pada abad ini, termasuk manusia Indonesia akan selalu didasarkan pada pragmatisme kehidupan mereka yang lebih daripada diatas landasan rohaniah atau spiritual yang rapuh.
Baik suka maupun tidak suka, apakah kita tahu betul atau tidak, segala pikiran dan perbuatan kita secara rutin didasarkan beberapa asumsi positif dan semua kecerdasan manusia pada abad ini, termasuk manusia Indonesia akan selalu didasarkan pada pragmatisme kehidupan mereka yang lebih daripada diatas landasan rohaniah atau spiritual yang rapuh.
Berdasarkan
uraian diatas, nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalam novel “Menyemai
Cinta di Negeri Sakura”dapat dikaji dan dianalisis.
Unsur Ekstrinsik
novel adalah unsur yang berasal dari luar cerita. Meliputi nilai religi, nilai
susila atau nilai estetika serta nilai sosial dan sebagainya.
Karya
sastra mengandung nilai-nilai pendidikan yang tergantung pada pengertian yang
didapat pembaca lewat karya sastra yang dipahami. Nilai-nilai pendidikan
tersebut didapat dalam novel “Menyemai Cinta di Negeri Sakura” meliputi :
1.
Nilai Religi/ Nilai Agama
Agama
adalah risalah yang disampaikan Allah kepada Nabi sebagai petunjuk bagi manusia
dalam menyelenggarakan tata cara hidup yang nyata serta mengatur hubungan dan
tanggung jawab kepada Allah, dirinya sebagai hamba Allah, manusia dan
masyarakat serta alam sekitarnya.
Agama
dan pandangan hidup kebanyakan orang menekankan kepada ketentraman batin,
keselarasan dan keseimbangan serta sikap menerima terhadap apa yang terjadi.
Pandangan hidup yang demikian jelas memperhatikan bahwa apa yang dicari adalah
kebahagiaan jiwa, sebab agama adalah pakaian hati, batin atau jiwa. Kesadaran
religius dalam upaya mengembangkan kepribadian melalui pendidikan dan
pengajaran.
Nilai
religius dalam novel “Menyemai Cinta di Negeri Sakura” antara lain :
Salah satu keindahan itu adalah saya semakin menghargai gaungan gema adzan. Ketika masih berada ditanah air, dimana suara adzan sangat mudah di dengar.
Salah satu keindahan itu adalah saya semakin menghargai gaungan gema adzan. Ketika masih berada ditanah air, dimana suara adzan sangat mudah di dengar.
Di
bulan Ramadhan amalan sunnah dihitung sebagai amalan fardlu diberi ganjaran
700X lipat. Puasa fisabilillah akan dijauhkan wajahnya dari api neraka sejauh
70 tahun. Puasa Ramadhan akan memberi syafaat di yaumil akhir.
Terbukanya
pintu surga Al-Rayyan bagi orang-orang yang berpuasa. Juga menghapus dosa-dosa
yang lalu. (Lizsa, 2007: 188)
Kegiatan para tokoh memberi nilai religius dapat terlihat dalam kutipan berikut:
…..Allah membimbingnya untuk datang ke sebuah pengajian keliling di daerahnya….(Lizsa,2007:17-18) Di Nagoya kota tempat tinggal saya ada kegiatan pengajian keluarga yang dilaksanakan tiap hari ahad pekan kedua. Acara itu diadakan dirumah salah satu keluarga secara bergantian tiap bulannya. (Lizsa, 2007: 192)
Kegiatan para tokoh memberi nilai religius dapat terlihat dalam kutipan berikut:
…..Allah membimbingnya untuk datang ke sebuah pengajian keliling di daerahnya….(Lizsa,2007:17-18) Di Nagoya kota tempat tinggal saya ada kegiatan pengajian keluarga yang dilaksanakan tiap hari ahad pekan kedua. Acara itu diadakan dirumah salah satu keluarga secara bergantian tiap bulannya. (Lizsa, 2007: 192)
2.
Nilai Estetika
Semua
karya sastra atau karya seni memiliki keindahan apabila terdapat keutuhan
antara bentuk dan isi, keseimbangan dan keserasian penampilan dari karya seni
yang lain. Nilai keindahan akan tampak lebih relatif, jika yang kita perhatikan
adalah penilaian atau penghargaan terhadap sastra itu.
Sastra
sebagai cabang seni akan melengkapi sentuhan estetis dengan mengembangkan aspek
rasa ini demi sempurnanya aspek keindahan dalam sastra, yang dihubungkan dengan
tehnik cerita, gaya bahasa, unsur-unsur yang lain sebagai variasinya. Nilai
estetika adalah nilai kesopanan dan budi pekerti atau akhlak. Nilai susila
adalah yang berkenan dengan tata krama atau disebut beradab.
Nilai
susila atau estetika dapat terlihat dalam kutipan berikut :
“Saya mendengar itu hanya bisa ikut tersenyum geli. Tapi tidak demikian dengan ibu dari sang anak tersebut. Mimik sang ibu terlihat kaget. Ia langsung mendekati saya dan berkata,” Maaf…maafkan anak saya…maaf ,”ujar sang ibu.
“Saya mendengar itu hanya bisa ikut tersenyum geli. Tapi tidak demikian dengan ibu dari sang anak tersebut. Mimik sang ibu terlihat kaget. Ia langsung mendekati saya dan berkata,” Maaf…maafkan anak saya…maaf ,”ujar sang ibu.
Bagi
setiap orang yang melakukan suatu kesalahan hendaknya segera mengucap maaf, itu
adalah cara berperilaku yang baik. Terdapat kata membungkukkan badan, bagi
orang Indonesia terutama Jawa itu menunjukkan sikap yang sopan dan menghormati
orang lain.
3.
Nilai Sosial
Keadaan
seseorang sebagai individu tidak terlalu penting. Tetapi individu ini secara
bersama membantu masyarakat yang selaras akan menjamin kehidupan yang lebih
baik bagi masing-masing individu. Manusia tidak bisa lepas hidup sendiri
terpisah dari yang lainnya. Lebih-lebih bila seseorang belum mampu menyelesaikan
kebutuhan jasmaninya sendiri walaupun itu yang paling sederhana, seperti
seorang anak kecil yang belum mampu mengerjakan sendiri
untuk mencukupi kebutuhannya seperti misalnya mandi, makan, berpakaian, dan sebagainya tanpa bantuan orang lain baik itu ayah, ibu maupun kakaknya.
untuk mencukupi kebutuhannya seperti misalnya mandi, makan, berpakaian, dan sebagainya tanpa bantuan orang lain baik itu ayah, ibu maupun kakaknya.
Dalam
novel ini banyak terlihat interaksi sosial yang terjadi. Antara lain : suasana
kebersamaan, saling membantu, menghargai, menghormati dan menyayangi satu sama
lain dalam mengerjakan sesuatu akan menghasilkan hal positif. Hal inilah yang
dinamakan nilai kerukunan atau nilai sosial.
Manusia
perlu dihargai, dihormati dan diperlakukan secara layak. Sudah sepantasnya kita
menghargai jerih payah dan keinginannya untuk membantu tugas rumah tangga meski
tanpa adanya limitasi pekerjaan. (Lizsa, 2007: 74)
4.
Nilai Moral
Moral
merupakan tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari nilai baik-buruk, benar
dan salah berdasarkan adapt kebiasaan dimana individu itu berada.
Pesan-pesan
moral yang terdapat pada novel “Menyemai Cinta di Negeri Sakura” ini bisa
diambil setelah membaca dan memahami isi ceritanya. Penulis menemukan segi
positif dan negatifnya. Kedua hal itu perlu disampaikan, sebab kita dapat
memperoleh banyak teladan yang bermanfaat. Segi positif harus ditonjolkan
sebagai hal yang patut ditiru dan diteladani. Demikian segi negatif perlu juga
diketahui serta disampaikan kepada pembaca. Hal ini dimaksudkan agar kita tidak
tersesat, bisa membedakan mana yang baik mana yang buruk. Seperti halnya orang
belajar. Ia akan berusaha untuk bertindak lebih baik jika tidak tahu hal-hal
yang buruk dan tidak pantas dilakukan.
Nilai
Moral dalam novel Menyemai Cinta di Negeri Sakura, Jadilah seseorang yang
menyemai cinta pada-Nya meski berada dalam perantauan.
A. SINOPSIS NOVEL GADIS PANTAI
Berasal
dari sebuah perkampungan nelayan di Pantura, Gadis Pantai baru berusia empat belas tahun dan
belum menstruasi ketika seorang priyayi Jawa, pembesar santri setempat,
mengambilnya sebagai istri percobaan. Ya, istri percobaan sebelum ia mengambil istri “sebenarnya” yang datang
dari kalangan yang sederajat. Dan Gadis Pantai bukanlah yang pertama yang
mengalaminya. Di rumah si Bendoro (priyayi itu), Gadis Pantai diajari sholat
dan banyak hal lainnya yang terkait dengan gaya hidup para priyayi.
Tentu
saja ada yang tak suka dengan keberadaan Gadis Pantai di rumah Bendoro,
terutama dari keluarga besar si Bendoro. Mereka mengharapkan Bendoro
secepatnya mengambil istri yang sederajat. Seorang Bendoro Demak yang
menginginkan putrinya kawin dengan si Bendoro akhirnya mengutus Mardinah untuk
menghabisi Gadis Pantai, dengan imbalan Mardinah akan diangkat menjadi istri
kelima. Rencana dilaksanakan ketika Gadis Pantai pulang ke rumahnya di
pinggir pantai, namun gagal.
Gadis Pantai kemudian hamil. Dan kemudian
ia melahirkan seorang bayi perempuan. Tapi 3 bulan kemudian, Gadis Pantai
“diceraikan”, dipulangkan dengan paksa dan anaknya harus ditinggal di rumah
Bendoro. Dengan hati hancur Gadis Pantai meninggalkan anaknya di rumah
si Bendoro. Malu dengan keadaannya yang tak bersuami, tak punya rumah,
dan anaknya dirampas Bapaknya sendiri, Gadis Pantai memutuskan untuk
tidak pulang ke kampung halamannya sendiri. Tapi ia berbelok ke selatan,
ke Blora. Selama sebulan setelah kepergiannya, ia selalu mengawasi keadaan
rumah si Bendoro. Namun setelahnya, ia tak kelihatan lagi.
B. ANALISIS UNSUR EKSTRINSIK NOVEL
Dengan menggunakan pendekatan sosiologi
sastra, unsur-unsur ekstrinsik dalam novel Gadis Pantai karya Pramoedya
Ananta Toer dapat dianalisis dari berbagai segi, yaitu: latar belakang
pengarang, segi sosial dan budaya, dan aspek fungsi sosial sastra.
1. Latar Belakang Pengarang
Dalam hal ini
stastus sosial, ideologi dan lain-lain menyangkut Pramoedya Ananta Tioer
dilihat, diperlakukan sebagai individu atau sebuah bagian dari sistem. Dalam
kasus ini, Pramoeya diperlakukan sebagai bagian dari sebuah sistem yaitu
menyangkut keterlibatannya dalam LEKRA.
Pramoedya
Ananta Toer lahir pada 1925 di Blora, Jawa Tengah, Indonesia. Hampir separuh
hidupnya dihabiskan dalam penjara—sebuah wajah semesta yang paling purba bagi
manusia-manusia bermartabat: 3 tahun dalam penjara kolonial, 1 tahun dalam
penjara Orde Lama, dan 14 tahun yang melelahkan di Orde Baru (13 Oktober
1965-Juli 1969, pulau Nusakambangan Juli 1969-16 aguatus 1969, pulau Buru
Aguatus 1969-12 November 1979, Magelang/Banyumanik November-Desember 1979)
tanpa proses pengadilan.
Pada tanggal
21 Desember 1979, Pramoedya Ananta Toer mendapat surat pembebasan secara hukum
tidak bersalah dan tidak terlibat dalam G 30 S PKI tetapi masih dikenakan
tahanan rumah, tahanan kota, tahanan negara, sampai 1999 dan wajib lapor ke
Kodim jakarta Timur satu kali seminggu selama kurang lebih satu tahun. Beberapa
karyanya lahir dari tempat purba ini, di antaranya Tetralogi Buru (Bumi
Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca).
Penjara tak
membuatnya berhenti sejengkal pun dari menulis. baginya, menulis adalah tugas
pribadi dan nasional. Dan ia konsekuen terhadap semua akibat yang ia peroleh.
Berkali-kali karyanya dibakar.
Pramoedya pernah menjadi anggota Lembaga Kebudayaan
Rakyat (LEKRA) yang merupakan underbouw Partai Komunis Indonesia (PKI)
karena itulah karya-karya Pramoedya banyak mengusung aliran realisme-sosialis
yang merupakan nafas para Marxis ketika berkarya.
2. Segi sosial Budaya
Sebagai cerminan masyarakat,
sastra dilihat sejauh mana sastra dianggap mencerminkan keadaan masyarakat pada
waktu ia ditulis, sebab banyak ciri-ciri masyarakat yang ditampilakan dalam
karya sastra itu (Sapardi, 2002:5).
Dari novel Gadis Pantai, didaptkan
unsur sosial budaya yang melatarbelakangi penciptaannya, yaitu tentang sistem
sosial dalam budaya masyarakat Jawa pada masa novel ini ditulis. Masyarakat
Jawa terbagi menjadi tiga tipe yang mencerminkan organisasi moral kebudayaan,
yaitu kebudayaan abangan, santri, dan priyayi. Kaum abangan adalah penganut
kejawen yang sangat percaya akan eksistensi makhluk halus yang mempengaruhi
kehidupan manusia, seperti dalam
praktek-praktek pengobatan, santet, dan magis.
Tipe kedua dari masyarakat
Jawa yaitu Santri, adalah komunitas yang menjalankan kaidah-kaidah agama Islam
secara lebih murni, dengan melaksanakan secara cermat dan teratur asas-asas
peribadatan Islam seperti shalat, puasa, dan haji termasuk pengelolaan
organisasi sosial dan politik Islam. Kelompok ini biasanya dihubungkan dengan
elemen pedagang, meskipun ada sebagian kecil dari golongan petani.
Sedangkan
golongan priyayi adalah mereka yang berasal dari aristokrat, yang
kebangsawanannya dimiliki secara turun-temurun. Mereka ini tidak menekankan
kepada elemen animistik dan sinkretinisme Jawa yang dianut kaum abangan dan
tidak juga menekankan kepada elemen Islam sebagaimana yang dipraktekkan kaum
santri, tetapi lebih menitikberatkan kepada elemen-elemen Hinduisme yang secara
luas dihubungkan dengan unsur-unsur birokratis.(Haryanto, 2006)
Priyayi memiliki kedudukan yang lebih
tinggi dibandingkan orang kebanyakan, mereka hidup berkecukupan, seperti
terlihat dari cuplikan dialog: “Ya, orang kebanyakan seperti sahaya inilah,
bekerja berat tapi makan pun hampir tidak.” (gadis Pantai, hal. 54), dan
pada cuplikan dialog: ”Bagi orang sudah tua seperti sahaya ini, siapa yang
beri makan di sana? semua pada hidup susah.” (Gadis Pantai, hal. 55).
Kemudian pada cuplikan dialog: ”Tambah mulia seseorang, Mas Nganten, tambah
tak perlu ia kerja. Hanya orang kebanyakan yang kerja.” (Gadis Pantai, hal.
68).
3. Fungsi Sosial Sastra
Fungsi
sosial sastra adalah keterlibatan sastra dalam kehidupan sosial, ekonomi,
politik, etik, kepercayaan dan lain-lain (Atar Semi, 56). Karya sastra dianggap
memiliki beberapa fungsi sosial (Sapardi, 2004:5-6), antara lain:
- Karya sastra dianggap sama derajatnya dengan karya pendeta atau nabi; dalam anggapan ini tercakup juga pendirian bahwa karya sastyra harus berfungsi sebagai pembaharu dan perombak.
- Karya sastra bertugas sebagai penghibur belaka; dalam hal ini, gagasan ”seni untuk seni” tak ada bedanya dengan praktek melariskan dagangan untuk mencapai bestseller.
- Karya sastra harus mengajarkan sesuatu dengan cara menghibur.
Pertentangan kelas yang menjadi tema besar
novel Gadis Pantai memang sudah lama ada di masyarakat Indonesia,
menggunakan paham pusat-daerah, wong gedhe-wong cilik, elit-rakyat
kecil, dan seterusnya.
TUGAS ANALISIS UNSUR EKSTRINSIK CERPEN/NOVEL
SINOPSIS NOVEL DAN ANALISIS UNSUR EKSTRINSIKNYA BERJUDUL “SEANDAINYA
AKU BOLEH MEMILIH”
A.
SINOPSIS
NOVEL
Novel ini diawali dengan
pertemuan antara Bandi, Haris dan Riri. Pertemuan itu menghasilkan cinta
segitiga dimana Riri telah menikah dengan Bandi yang keadaannya sangat lemah,
tapi Riri juga berhubungan dengan Haris, dimana Haris adalah kakak Bandi. Dari
hasil hubungan Riri dengan Haris, Riri mempunyai anak yang harus ditinggalkan
sejak dia masih bayi.
Berawal dari hal tersebut,
mulailah konflik antara Riri, Haris, Bandi dan Ibunya yaitu tentang kebenaran
siapa ibu Doni. Dan akhirnya Bandi pun mengetahui kalau Riri telah berkhianat
dengan kakaknya sendiri. Masalah pun belum selesai dimana Tanti tidak mau
menyerahkan Doni kepada ibunya dan dia nekat bunuh diri.
"Bandi bukan mainan yang
cocok untukmu. Aku tahu sekali cewek macam
apa kamu ini. Kamu bertukar pacar seperti ganti baju!". "Jangan samakan aku dengan cewek-cewekmu! Barangkali cinta cuma lelucon di kepalamu. Tapi aku betul-betul mencintai Bandi!". "Untuk berapa lama? Sampai kamu bosan bolak-balik mengantarnya ke dokter?" Seorang gadis binal bertemu dengan seorang pemuda berandal. Mereka sama-sama mengasihi Bandi. Dengan cara masing-masing mereka berusaha membahagiakannya. Kemelut timbul ketika dari padang kebencian tumbuh setitik benih cinta. Dan tambah rumit tatkala muncul perempuan yang kedua. Perempuan yang tidak mampu membela dirinya sendiri, tapi sanggup menjebloskan seorang laki-laki ke dalam penjara.
apa kamu ini. Kamu bertukar pacar seperti ganti baju!". "Jangan samakan aku dengan cewek-cewekmu! Barangkali cinta cuma lelucon di kepalamu. Tapi aku betul-betul mencintai Bandi!". "Untuk berapa lama? Sampai kamu bosan bolak-balik mengantarnya ke dokter?" Seorang gadis binal bertemu dengan seorang pemuda berandal. Mereka sama-sama mengasihi Bandi. Dengan cara masing-masing mereka berusaha membahagiakannya. Kemelut timbul ketika dari padang kebencian tumbuh setitik benih cinta. Dan tambah rumit tatkala muncul perempuan yang kedua. Perempuan yang tidak mampu membela dirinya sendiri, tapi sanggup menjebloskan seorang laki-laki ke dalam penjara.
B.
ANALISIS
UNSUR EKSTRINSIK NOVEL
Selain unsur-unsur instrinsik dalam sebuah analisis juga
terdapat unsur-unsur ekstrinsik karena mempunyai keterkaitan. Adapun
unsur-unsur ekstrinsik yang terdapat dalam novel “Seandainya Aku Boleh Memilih”
yaitu :
- Biografi Pengarang
Awal karir Mira W sebagai penulis dimulai pada tahun 1975,
ketika cerpennya yang berjudul Benteng Kasih. Pada tahun 1977 Novel pertama
Dokter Nona Friska. Selain menulis Mira W juga menekuni profesi lain sebagai
dokter dan staf pengajar di Perguruan Tinggi di Jakarta. Buku-buku karya
Mira W diantaranya :
·
Sepolos Cinta Dini (Gramedia, 1978)
·
Cinta TaK Pernah Berhutang (1978)
·
Permainan Bulan Desember (1979,
Gramedia 1999).
- Nilai - nilaiSastra
Nilai-nilai sastra yang tersirat dalam novel ini adalah nilai-nilai yang mendorong seseorang untuk menghargai karya orang lain. - Nilai Moral
Hendaknya kita harus mengalah kepada orang yang lebih lemah dari kita seperti yang dilakukan Haris dan Riri yang rela mengorbankan cintanya hanya untuk menyelematkan nyawa Bandi - Nilai Agama
Kita harus bersyukur atas apa yang telh diberikan oleh Tuhan seperti yang dilakukan oleh Bandi yang mensyukuri keadaan tubuhnya itu - Nilai Sosial
Rasa kebersamaan yang terjalin dapat merupakan suatu alasan untu memaafkan orang lain seperti dalam cerita ini dimana Bandi memaafkan kesalahan yang telah dilakukan Haris dan Riri - Amanat
Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Di dalam novel ini amanat yang dipergunakan adalah secara implisit yaitu pengarang mengemukakan pesannya secara tidak langsung. Jadi pembaca sendiri yang harus mencarinya (tersirat). Amanat dalam novel ini diantaranya :
- Kita harus berbakti kepada orang tua
- Kita harus mengendalikan diri kita atau hawa nafsu
- Kita harus mengalah kepada orang yang lemah dari kita
- Sebagai seorang istri kita harus berbakti dan menghormati suami
- Kita harus mensyukuri atas apa yang telah diberikan oleh Tuhan.
1 komentar:
izin page yah guru
Posting Komentar